-->

Sosialisasi SPM Pendidikan Harus Komprehensif

Sosialisasi SPM Pendidikan Harus Komprehensif Ditulis oleh Billy Antoro, tanggal 02-09-2010 Dirjen Mandikdasmen saat memberi pengarahan, Selasa (31/8). Jakarta (Mandikdasmen): Terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota memerlukan sosialisasi yang komprehensif. Jangan sampai pelaksana kebijakan tidak mengetahui kebijakan dengan baik. “Tidak hanya sosialisasi, advokasi dan pengembangan kapasitas yang tepat untuk Pemerintah Kabupaten/Kota juga harus dilakukan secara simultan,” ujar Prof. Suyanto, Ph.D., Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasonal di Jakarta, Selasa (31/8). Suyanto berkata demikian dalam pengarahannya pada Seminar Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar Tingkat Pusat yang digelar di Ruang Auditorium Dikti, Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta. Acara dihadiri perwakilan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, dan sejumlah pejabat di lingkungan Ditjen Mandikdasmen. Lebih lanjut Suyanto mengatakan, Pemerintah Kabupaten/Kota selaku pelaksana kebijakan akan melaksanakan kebijakan jika yakin pada manfaatnya dan mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat dan Dewan Perwakilan Rayat Daerah. “Untuk itu perlu dirumuskan strategi sosialisasi dan pengembangan kapasitas dapat berjalan secara tertib dan efisien,” tegasnya. Ditjen Mandikdasmen merencanakan SPM Pendidikan Dasar mulai dilaksanakan secara bertahap pada 2011. Untuk mencapainya, Ditjen Mandikdasmen bekerjasama dengan dua lembaga donor asing (Bank Pembangunan Asia/ADB dan Masyarakat Eropa), membentuk tim Basic Education Sector Capacity Support Program (BESCSP). Tim BESCSP bertugas mempersiapkan pelaksanaan SPM Pendidikan Dasar, menyusun strategi dan pentahapan pelaksanaan SPM Pendidikan Dasar di seluruh SD/MI dan SMP/MTs sampai 2013. Jika pentahapan berjalan baik, maka pada 2015 diharapkan seluruh sekolah/madrasah sudah memenuhi SNP. Agar program berjalan mulus dan baik, kata Suyanto, pendekatan yang dilakukan pun harus terintegrasi dan melibatkan pemangku kepentingan terkait. Tak hanya melalui jalur sektoral pendidikan. Maka, selain dengan Pemerintah Kabupaten/Kota, Ditjen Mandikdasmen Kemdiknas bekerjasama dengan Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan. Dukungan Kemendagri sangat penting dalam membantu mensosialisasikan SPM melalui berbagai forum dan monitor pelaksanaan SPM Pendidikan di daerah karena memiliki aspek kewenangan dalam pemantauan dan evaluasi kinerja Pemerintah Daerah. Sementara peran Kementerian Keuangan sangat besar dalam menyediakan dana untuk memenuhi biaya pendidikan. Biaya tersebut digunakan untuk memperbaiki sarana dan prasarana, meningkatkan kualifikasi guru, sekolah, dan madrasah yang masih tertinggal. “Ini berarti bahwa tidak hanya penambahan dana yang harus dilakukan, tetapi pengelolaan pun harus dilakukan cepat, transparan, dan akuntabel,” ucap Suyanto. Dr. Bambang Indriyanto, Sekretaris Ditjen Mandikdasmen, dalam laporannya, mengatakan SPM merupakan benchmarking secara internal untuk mengetahui posisi sekolah berdasarkan standar-standar yang ada. “Dengan melakukan benchmarking ini kita bisa menetapkan target secara institusional menuju Standar Nasional Pendidikan dan Sekolah Bertaraf Internasional,” tuturnya. Keluarnya Permendiknas nomor 15 tahun 2010, menurutnya, mengindikasikan pada perlunya dengan segera melakukan sosialisasi secara ekstensif dan intensif dimulai dengan sosialisasi dari tingkat Pemerintah Pusat kemudian Pemerintah Daerah. Saat konferensi pers, Suyanto mengatakan dengan adanya SPM Pendidikan, Pemerintah Kabupaten/Kota tidak ragu-ragu lagi melaksanakan apa yang harus dilaksanakan di dalam bidang pendidikan. “Kalau memang belum ada yang ideal, minimal itu yang dilakukan,” ujarnya. “Tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan menghilangkan disparitas.” Disparitas itu seperti kualitas antara desa-kota, Jawa-luar Jawa, dan pria-wanita. SPM di Gorontalo Bupati Gorontalo David Bobihoe Akib, dalam konferensi pers, mengatakan, dalam rangka penyelenggaraan pendidikan untuk SPM, ia telah menerbitkan Peraturan Daerah nomor 1 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Kemudian ia menerbitkan 13 Peraturan Bupati tentang SPM. Tiga belas peraturan itu meliputi SPM, Evaluasi Kinerja, Kurikulum, Pendidikan Non-formal dan Informal, Pembelajaran Kelas Rangkap, Pemindahan dan Penempatan Guru, Mapping Pendidikan, Pendidikan Anak Usia Dini, Regrouping, Penyusunan RKAS, Rolling Teacher, Sertifikasi Guru, dan Pengembangan Kompetensi. Untuk menyukseskan program-program tersebut, Pemda telah menyiapkan dana yang lumayan besar dalam pengalokasian APBD untuk sektor pendidikan. “APBD murni kita arahkan untuk pendidikan 36,8% pada 2009 dan 36% pada tahun 2010,” katanya. Dana itu di luar gaji guru. Seminar Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar Tingkat Pusat menggelar presentasi dan diskusi panel. Presentasi bertajuk SPM Pendidikan: Maksud tujuan, isi pokok, metode pengukuran indikator, dan langkah implementasi dibawakan oleh Abdul Malik, Tim BESCSP ADB. Lalu Implementasi SPM Pendidikan sebagai instrumen kebijakan untuk menjamin mutu pelayanan publik dalam era desentralisasi oleh Hasudungan Hutauruk, Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri. Sedangkan Buati Gorontalo David Bobihoe Akib mempresentasikan makalah tentang Rencana implementasi SPM Pendidikan di Kabupaten Gorontalo.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Sosialisasi SPM Pendidikan Harus Komprehensif"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel