-->

DENGAN PERIBAHASA KITA TAHU BUDAYA BANGSA

Oleh : Diyono Adhi Budiyono Bulan oktober sejak tahun 1988 telah ditetapkan pemerintah sebagai bulan bahasa. Sejak itu pemerintah menggalakkan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Baik sesuai dengan konteksnya, benar sesuai dengan kaidah yang berlaku. Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi saja, melainkan juga sebagai wadah kebudayaan sekaligus merupakan bagian dari kebudayaan. Eksistensi bahasa tidak terpisahkan dari manusia. Bahasa ( Samsuri, 1984: 4 ) adalah tanda yang jelas dari: kepribadian, keluarga, dan bangsa, serta budi kemanusiaan. Ketidaklepasan manusia dari bahasa, menunjukkan bahwa bahasa merupakan kunci untuk membuka ciri-ciri: seseorang, kelompok masyarakat atau suatu bangsa. Bahasa bersifat arbriter (sewenang-wenang ), bergantung kepada pemakainya. Maksudnya, penetapan simbol dan makna bahasa itu menurut kesepakatan pemakainya, pemilik bahasa. Penetapan kosa kata dan istilah menurut kesepakatan bersama. Tetapi sebaliknya, sering terjadi pula pemakaian kata, istilah atau ungkapan yang sama, bisa jadi berbeda-beda maknanya. Perbedaan terjadi karena bangsa dan budaya yang berbeda pula. Sehubungan dengan pernyataan tersebut, maka saya akan mencoba menulusuri penggunaan bahasa sebagai ungkapan, wadah kebudayaan suatu bangsa, khususnya dalam penggunaan peribahasa. Peribahasa merupakan ungkapan pendek dengan kalimat atau frasa ( kelompok kata ) yang memiliki arti kias. Peribahasa lahir dari suatu komunitas bahasa tertentu, sesuai dengan bidangnya masing-masing. Masyarakat petani akan melahirkan ungkapan/peribahasa; pagar makan tanaman, siapa menanam akan menuai, dan lain sebagainya. Kalangan pertukangan melahirkan peribahasa; besar pasak daripada tiang, gegeden empyak kurang cagag ( gegedean atap kurang tiang ), dan lain sebagainya. Kata, istilah, dan ungkapan/peribahasa yang sama sering mempunyai makna yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh budaya yang melingkungi suatu bangsa yang berbeda pula. Tiap-tiap bangsa atau negara memiliki karakter dan budaya yang berbeda. Peribahasa berikut ini menggunakan kata yang sama , yaitu hujan. Kita dapati kata hujan digunakan kedalam peribahasa dengan makna yang beraneka ragam, sesuai dengan karakter dan kebudayaan masyarakat atau bangsa / negara masing-masing. 1. Indonesia. Bangsa Indonesia memiliki beberapa peribahasa dengan menggunakan kata hujan. Dalam bahasa Indonesia kata hujan secara leksikal dapat bermakna : 1) titik-titik air berjatuhan dari udara karena proses pendinginan. 2) mendapat ( datang dsb ), banyak-banyak. Misalnya : hujan uang, hujan peluru, hujan tinju dan sebagainya. Sedangkan kata hujan yang digunakan kedalam peribahasa kita dapati sebagai berikut : a. Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri. Peribahasa ini berarti, bahwa sebaik-baik hidup di negeri orang, masih lebih baik hidup di negeri sendiri, walaupun dalam keadaan yang semiskin apapun. Seperti halnya bila kita hidup senang dan mewah di rumah orang lain, tetapi semua itu tetap bukanlah rumah kita. Sebaliknya, sejelek-jelek rumah kita, tetapi itu rumah milik kita sendiri. Selain peribahasa tersebut masih kita dapati beberapa peribahasa dalam bahasa Indonesia yang menggunakan kata hujan, diantaranya adalah : b. Hujan berbalik ke langit , artinya; orang berkuasa ( pandai, kaya dsb. ) minta tolong pada orang yang lemah ( bodoh, miskin, dsb. ) c. Hujan berpohon, panas berasal , maknanya; segala hal tentu ada sebabnya. d. Hujan keris lembing di negeri kita, hujan emas perak di negeri orang, baik juga di negeri kita. / sebaik-baik negeri orang tidak baik di negeri sendiri. e. Hujan menimpa bumi dimaknai; tidak dapat kita melepaskan diri dari perintah orang yang berkuasa. f. Hujan tidak sekali jatuh, sampai tak sekali erat, berarti; suatu pekerjaan tak dapat diselesaikan sekaligus. / keberuntungan dan kebahagiaan itu tidak sekali datang. 2. Jepang. Di jepang kita dapati peribahasa dengan menggunakan kata hujan seperti berikut ini : hujan turun mengakibatkan tanah menjadi kokoh. Peribahasa ini mempunyai pengertian bahwa, keadaan justru akan menjadi baik setelah terjadi sengketa / pertikaian. Hujan yang turun menjadi tanah lebih padat dan kokoh. Diantara sesama kawan, bila terjadi pertengkaran dan setelah saling mengemukakan isi hati dan maaf, justru akan memupuk persahabatan yang sesungguhnya dan memperkuat tali persaudaraan. Termasuk pula dalam hubungan suami-istri. Dalam kontek orang jawa : mbangun tresna ( membangun cdinta ) 3. Malaysia : tidak ada negeri dimana tidak turun hujan yang membawa berkah. semua orang pasti pernah melakukan kesalahan dan kegagalan. Orang seperti itu harus dimaafkan sesuai dengan ajaran Al Quran. Islam mengajarkan semangat bertoleransi. Peribahasa ini memiliki pengertian yang dalam. 4. Amerika Serikat : sesudah hujan hari menjadi cerah. Peribahasa ini menunjukkan optimisme bangsa Amerika, dan berarti pula bahwa seseorang jika melakukan kesalahan / kegagalan , perlu diberi kesempatan untuk menantang kembali. 5. Perancis : cuaca hujan itu apa adanya dan manusia pun apa adanya. Pada prinsipnya bangsa Perancis menuntut kebebasan diri sendiri ( pribadi ), akan tetapi juga mengakui kebebasan orang lain. Manusia memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dalam pergaulan, orang perancis harus menutup mata terhadap kekurangan orang lain. 6. Italia : dimana Tuhan berkeinginan, disitu hujan turun. Orang Italia dikenal bersifat angin-anginan dan suka menyalahkan Tuhan mengenai akibat yang terjadi tanpa merenungkan usaha diri sendiri yang sudah dilakukannya. Hujan tidak selalu turun pada hari –hari yang diinginkan. Hujan turun pastilah atas kehendak Tuhan. 7. Yunani : guntur yang hebat mengakibatkan hujan turun. Asal mula peribahasa ini adalah Socrates. Istri Socrates terkenal wanita yang berhati jahat. Pada suatu hari ia mencacimaki suaminya. Namun Socrates tak mempedulikannya dan tetap membaca buku dengan tenang, sehingga istrinya jengkel dan menumpahkan air di kepalanya. Kemudian filosuf terkenal itu berkata dengan tenangnya , “ Sejak dulu saya tahu prinsip dari alam, yaitu guntur yang hebat akan mengakibatkan hujan.” 8. Malawi : kalau mengharapkan hujan tanah pun menjadi becek. Menurut cerita orang Malawi ( Afrika Selatan ), jika mengharapkan hujan, orang harus siap menghadapi tanah becek, karena penuh Lumpur. Apabila ingin memperoleh sesuatu, orang perlu bersiap pula untuk menanggung resikonya. 9. Kazakstan : air hujan di gurun pasir harus dibagi. Bangsa yang hidup di gurun pasir mempercayai bangsa sama dengan dirinya, tetapi bersikap tegas dan tidak percaya terhadap bangsa lain. Negera itu mempunyai prinsip , bahwa orang yang berjalan di gurun pasir harus diberikan perlindungan, walaupun dengan bangsa musuh. Peribahasa ini mengandung dua makna sekaligus, yaitu tidak percaya kepada orang lain dan hidup harus saling menolong walaupun tidak saling mengenal. Dari beberapa peribahasa tersebut, kita dapat mengetahui sifat, karakter, dan keadaan kebudayaan dari berbagai negera. Selain itu, kita pun dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari makna peribahasa itu, yaitu untuk saling menghargai perbedaan diantara bangsa-bangsa. Satu kata hujan dalam konteksnya masing-masing dapat dimaknai berbeda-beda oleh beberapa bangsa atau negara yang berbeda pula. ***

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "DENGAN PERIBAHASA KITA TAHU BUDAYA BANGSA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel